Falsafah Pendidikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam 

 

(1): Memperhatikan Perawatan Diri

Suatu hari datang seseorang mendekati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang duduk bersama Para Sahabat dan bertanya pada Beliau secara berurutan tentang “apakah iman, Islam, dan ihsan itu? Serta kapan dan apakah tanda-tanda akan datangnya kiamat?” Setelah mendapatkan jawaban jelas, singkat, dan membenarkannya, lelaki itu pergi. Akan tetapi semua yang menyaksikan hal itu pada majlis tersebut terheran-heran. Beberapa saat kemudian Rasulullah berbalik pada Sayidina Umar radiyallahu ‘anh yang memperhatikan peristiwa itu dan berkata:  “Wahai Umar! Tahukah Kau siapakah yang bertanya tadi?” “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui!” Jawab Sayidina Umar. Lalu Rasulullah bersabda: “Dia adalah Jibril! Yang datang untuk mengajarkan tentang agama kalian pada kalian.”  

Pada tahun-tahun berikutnya, ketika Sayidina Umar dan Sayidina Hasan yang hadir di majelis tersebut menceritakan kembali hadis tersebut, mereka berkata: “Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan bersih, rambutnya amat hitam, wangi serta berwajah tampan. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata…”1 dan seterusnya menceritakan hadis tersebut. Dalam hal ini yang dapat kita perhatikan adalah bahwa ketika sayidina Umar dan sayidina Hasan menceritakan kejadian ini, hal yang paling membekas dalam perhatian mereka, yang paling diingat, dan menarik dari hadis tersebut pertama-tama adalah cara berpakaian malaikat Jibril ‘alaihi salam, keadaan dan perilakunya serta kedekatan yang ditunjukkannya saat ia datang untuk mengajarkan sesuatu pada kaum mukminin. 

Sebenarnya kondisi ini merupakan asas-asas mendasar dan pertama yang harus diperhatikan oleh siapa pun yang menjadi seorang pendidik. Manusia yang menjadi teladan bagi kita Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diutus untuk mengajarkan “Kitab/ Qur’an dan Hikmah/ Sunnah” pada manusia, sangat berhati-hati dan memperhatikan hal ini dari sejak pertama Beliau mendapat wahyu hingga wafatnya. Ketika Beliau akan keluar rumah untuk menjelaskan dan mengajarkan sesuatu terutama pada kelompok Para Sahabat yang kebanyakan adalah para pemuda, maka Beliau akan sangat memperhatikan cara berpakaian, kerapian rambut dan janggutnya, kesegaran tubuh, ketelitian dalam ketepatan waktu, kebersihan mulut dan gigi, serta memakai wewangian yang baik. Beliau tidak pernah berhadapan dengan Para Sahabat, dan para pemuda dengan keadaan yang dapat merusak kebaikan dari pelajaran, khotbah atau tausiyah-nya. Sebaliknya dengan kesederhanaan, kebersihan, aroma wangi, kebugaran dan kerapiannya, Beliau mampu menarik perhatian mereka, untuk kemudian mengkomunikasikan pengajarannya dalam bentuk yang paling ringkas dan meyakinkan.

 

Cara Berpakaian

Sang Rasul yang ketika mendapatkan wahyu pertamanya di gua Hira, bersegera pulang ke rumahnya dan berkata “Selimuti aku! Selimuti aku!” Lalu tak berapa lama setelah itu turunlah ayat pada Beliau: Wahai orang yang berkemul (berselimut)! bangunlah, lalu berilah peringatan! dan agungkanlah Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji…!”2 Sang Maha Kuasa menginginkan Beliau untuk menjelaskan Islam pada umat manusia; untuk itu, Beliau berangkat sembari mengingat kebesaran Allah dan kebesaran misi yang ditugaskan kepadanya, dan hal pertama yang harus Beliau perhatikan adalah kebersihan pakaian(وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْۙ) (eksternal) serta kejernihan perasaan, pemikiran, cara pandang dan niat…(وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْۙ)  (internal)-nya. 

Oleh karena hal pertama yang akan tampak pada pandangan mata adalah ‘tampak luar’ seseorang  dan manusia biasanya memberikan serta memutuskan hukum atau pendapatnya tentang seseorang yang dihadapinya pada poin ini. Dengan berkata, “Betapa banyak manusia yang rambut dan penampilannya berantakan, kotor dan tidak terawat …3 Rasulullah ingin menyampaikan bahwa di satu sisi, Beliau menunjukkan kekeliruan dalam menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja, namun di sisi lain Beliau juga telah menarik perhatian kita pada kenyataan hal ini yang benar-benar ada di antara manusia ini. Secara fitrah dan iradah-nya, Beliau selalu menjaga kebersihan, keseimbangan, keserasian, jauh dari keborosan dan berlebih-lebihan, serta berpakaian sesuai keindahan jiwa dan falsafah hidupnya, serta selalu tampil di hadapan murid-muridnya pula dengan cara ini.   

Rasulullah yang menganjurkan pada orang mukmin untuk berpakaian bagus dengan syarat tidak boros dan berlebih-lebihan tersebut4, tak menyukai keberantakkan dan hal yang kotor, bahkan jika menjumpainya hal seperti ini Beliau akan menegur keadaan tersebut. Suatu ketika datang ke hadapan beliau seorang Sahabat dengan kondisi yang berantakan. Maka Beliau bertanya “Apakah kau memiliki harta benda? Apa saja yang kau miliki ?” Orang itu berkata: “ya” jawabnya “Allah menganugerahkan unta, domba, sekumpulan kuda, ladang gandum dan sorgum.”Dari jawaban itu Rasul Allah berkata : “Jika Allah menganugerahkan padamu harta benda maka tunjukan jejak nikmat dan karunia-Nya itu pada dirimu.5 Pada kesempatan lain ketika Beliau melihat seseorang yang pakaian dan penampilannya kotor, Ia berkata : “Apakah laki-laki ini tak menemukan apa pun untuk mencuci pakaiannya?”6

Pada Para Sahabat yang akan bersiap berangkat ke perjalanan Beliau selalu berpesan: “Sekiranya kalian pergi mendatangi saudara-saudara kalian, perhatikanlah kendaraan tunggangan kalian, benahi pakaian kalian sehingga dengan demikian menjadikan orang-orang menyukai kalian! Allah tidak menyukai penampilan yang buruk dan sesuatu yang dapat menjelekkan penampilannya serta bersikeras dalam hal ini.”7 Beliau melarang Para Sahabat tampak buruk dan berantakan; menganjurkan pada mereka untuk tampak rapi dan bersih dalam berpakaian, bahkan dalam merawat hewan tunggangan yang menjadi kendaraan juga, dikarenakan hal tersebut akan dapat menarik perhatian orang yang menjadi tujuan dakwahnya. 

Satu hal khusus yang juga selalu diperhatikan oleh Beliau ketika menemui murid-muridnya adalah pemilihan warna pakaian yang akan dikenakan. Rasul Allah yang sangat menyukai warna putih tersebut, sering memakai pakaian dengan warna kesukaannya itu. Beliau juga menganjurkan hal ini  pada Para Sahabat dan menjelaskan sebabnya : “Pakailah baju putih. Oleh karena pakaian yang putih tampak lebih bersih dan terlihat menarik.” Bahkan pada lanjutan hadis tersebut Beliau berkata “Balutlah jenazah dengan kafan yang putih!”9 yang dengan ajakannya ini Beliau seakan mengatakan bahwa sebagaimana orang yang masih hidup, jenazah pun harus tampak bersih dan baik penampilannya. Rasulullah suka memakai kemeja dengan lengan yang panjang9, pakaian atas biasanya panjangnya hingga menutupi setengah betis (alizar, mantel, kain penutup)10. Selain itu Beliau juga menggunakan pakaian dengan ukuran dan warna yang berbeda-beda.

 

Wewangian

Sebagai seorang pembimbing dan pendidik atau Muallim, Rasulullah selalu menemui siapa saja dengan wewangian harum dan berkata bahwa: “Bau wangi membuatku senang.” Selain itu Beliau tak pernah menolak siapa pun yang memberikan wewangian pada Beliau11: “Siapa yang diberikan wewangian padanya, maka jangan ditolak. Membawanya gampang begitu pula aromanya bagus!”12 yang dengan perkataannya ini Beliau menekankan pada kita betapa pentingnya untuk  menyebarkan wewangian harum pada sekeliling kita. 

Hal ini disebabkan karena wewangian memberikan pengaruh besar pada perasaan, ingatan dan aktivitas otak seseorang. Perasaan yang pertama kali membekas pada seseorang saat masuk di sebuah tempat atau ruangan adalah baunya dan seseorang akan memberikan penilaian pada suatu tempat berdasarkan baunya. Pusat untuk merasakan bau ada pada sistem limbik di otak kita. Sistem ini juga bertanggungjawab bagi ingatan, kontrol perasaan dan juga  berhubungan dengan kelenjar hipofis dan hipotalamus yang mengontrol pengeluaran hormon-hormon yang memengaruhi konsentrasi, tingkat stress, suhu tubuh, sistem syaraf dan nafsu makan. Itulah kenapa indera pembau berhubungan dekat dengan ingatan, kondisi jiwa, stres dan konsentrasi seseorang.

Sebagaimana cara berpakaian, maka dalam hal wewangian juga merupakan sebuah kondisi khusus yang harus diperhatikan karena keduanya dapat memengaruhi perhatian murid, membuat mereka memperhatikan atau tidak pelajaran/kajian yang diberikan dan memengaruhi perasaan negatif para murid. Sikap sensitif terhadap bau yang buruk harus lebih diperhatikan  oleh seorang guru.

Rasulullah selalu menggusapkan wewangian yang harumnya ringan, menenangkan, membuat perasaan murid-muridnya semakin tenang dan mendatangkan keinginan untuk selalu ingin membersamai Beliau; wewangian yang membuat siapa pun yang berhadapan dengannya tertarik pada keindahan dan keharumannya. Beliau selalu keluar dari kamarnya dengan mengoleskan wewangian harum, dan membawanya juga kemana pun Beliau pergi untuk diusapkan pada tubuhnya sesekali, pada saat berada dalam perjalanan Beliau tak pernah lupa membawa serta kotak wewangiannya.13 Suatu kali Beliau memakai sebuah mantel wol yang dirajut Ibunda Aisyah Radhiyallahu anha baginya, saat berkeringat terhirup pula bau wol dari mantel tersebut, sehingga Beliau segera membuka mantel tersebut dan menggantinya dengan pakaian lain.14

Beliau melarang murid-muridnya untuk masuk ke majelis/masjid sementara ketika ada orang-orang yang menyebarkan bau buruk dikarenakan makanan yang dikonsumsinya seperti bawang putih,  bawang bombay, dll., hingga bau tersebut hilang agar tidak merusak interaksi dan komunikasi yang terbangun di dalam majelis tersebut.15 Beliau mengabarkan bahwa memakai wewangian harum bagi seorang muallim atau guru adalah salah satu sunnah Nabi.16 

Rasulullah yang tak pernah lupa untuk selalu mengusapkan wangi harum ketika akan keluar menemui orang-orang ini, juga menyarankan para Sahabat untuk melakukan hal yang sama dengan berkata: “…usapkanlah wewangian!” Bahkan Ia mengibaratkan kebersamaan dengan orang yang baik adalah seperti berteman dengan penjual parfum; yang sekiranya ia tak memberikan faidah apapun juga, setidaknya kita masih mendapatkan bau harumnya.17 Dan dalam hal ini Beliau menyiratkan pada kita bahwa bau harum juga merupakan sebuah faidah baik bagi lingkungan sekitar kita. Beliau juga menyampaikan bahwa menebarkan bau wewangian pada tempat orang akan berkumpul seperti hari Jumat misalnya adalah hak seorang mukmin atas mukmin lainnya.18

 

Kebersihan Mulut dan Gigi

Di samping wangi harum dan penampilan yang baik, hal khusus lain yang paling diperhatikan oleh Rasul Allah sebagai seorang pembimbing/Muallim adalah kebersihan gigi dan mulut. Pada kondisi yang memungkinkan kita berada dekat dengan orang lain seperti pada saat pelajaran dan lingkaran kajian maka bau mulut dan warna gigi dapat mengganggu lawan bicara kita, bahkan dapat menjadi penghalang para murid dalam memahami apa yang diajarkan. Dikarenakan sebab-sebab seperti ini dan serupa lainnya, maka Rasulullah pasti senantiasa menggunakan miswak jika akan mendatangi majelis kajian, pelajaran, atau pun sholat berjamaah. Beliau selalu bermiswak sebelum tidur, pagi saat bangun, dan sebelum pergi ke masjid.19 

Begitu pula sepanjang hari, Beliau sering juga menggunakan miswak agar baik gigi maupun mulutnya selalu bersih.

Dikarenakan kesensitifan Beliau dalam hal ini, maka semua orang yang akan tampil di hadapan masyarakat juga harus memiliki kepekaan yang sama agar lingkungan sekitar kita damai dalam segala hal. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Gunakanlah miswak, tak diragukan lagi bahwa miswak adalah pembersih bagi mulut.”20 demikian anjuran ini ditujukan pada murid-muridnya agar menggunakan miswak.

 

Perawatan Rambut, Jenggot dan Kumis

Rasulullah juga sangat memperhatikan perihal perawatan rambut dan janggut. Secara teratur Beliau mencuci rambut, jenggot serta merawatnya, begitu pula untuk menyisirnya, bahkan dalam perjalanan ketika bepergian cermin dan sisir tidak pernah ketinggalan untuk dibawa serta.21 Beliau selalu muncul di hadapan murid-murid-Nya dengan rambut dan janggut dalam penampilan yang rapi dan indah. Beliau senantiasa mengoleskan sedikit minyak dari tumbuh-tumbuhan dan terkadang juga memakai hena alami pada rambutnya. Pada pagi hari Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha akan menyisir rambut Beliau sebelum Beliau meninggalkan rumah, mengusapkan wewangian harum dan barulah kemudian Beliau akan pergi ke maktab yang telah diubahnya menjadi Masjid tersebut.22 

Dengan cara yang sama, Beliau pun meninginkan agar murid-muridnya berpenampilan rapi dengan merawat rambut, kumis, dan jenggot mereka: “siapa pun yang memiliki rambut, maka hidangkan makanan padanya!”23 Suatu kali Beliau melihat seseorang dengan rambut yang berantakan dan berkata, “Tidakkah orang ini menemukan sesuatu untuk memperbaiki rambutnya dan merapikannya?” yang dengan perkataannya ini Beliau menunjukkan ketidaksukaannya24. Jika ada yang datang pada Beliau dengan potongan rambut yang tidak biasa atau tidak indah dipandang, maka Rasulullah akan memperingatkan orang yang bersangkutan tersebut dengan bahasa yang santun dan memberikan pedoman dasar berkaitan dengan penataan rambut25  Dengan anjurannya: “pendekkan kumis kalian!” maka Beliau meminta agar kumis panjang yang masuk ke mulut dipotong.26

 

Kesegaran Tubuh

Salah satu aspek Rasulullah yang menarik perhatian sebagai guru dan pembimbing adalah kesegaran tubuh, antusias, dan semangat yang Beliau selalu tunjukkan ketika sedang memberikan ceramah atau berbicara untuk menjelaskan sesuatu. Beliau selalu tampil segar di hadapan orang-orang sampai penyakit yang menyebabkan wafatnya dan Beliau tak pernah tampak lelah, atau kurang tidur ketika tampil untuk menjelaskan sesuatu pada orang lain. Para pemuda yang selalu berada di sekitar Beliau tak pernah melihatnya menguap. Beliau selalu mengatakan kepada para muridnya untuk menjaga nutrisi dan waktu istirahatnya, sehingga mereka selalu berhati-hati tentang hal itu; Beliau tidak menganjurkan para Sahabat untuk banyak makan, minum dan tidur. Beliau menyampaikan bahwa menguap yang pada dasarnya disebabkan oleh kelelahan dan kurang tidur serta dapat membuat seseorang kurang fokus ini, adalah sesuatu yang tidak disukai Allah, maka sebisa mungkin ia meminta mereka untuk menahan keinginan untuk menguap di dalam mulutnya, dikarenakan kebiasaan ini juga akan menular pada orang lain di sekitar kita.

Hal yang sama adalah Beliau juga selalu tampak antusias dan bersemangat saat menjelaskan sesuatu pada para pemuda; tak pernah sekali pun Beliau tampak enggan atau malas ketika memperhatikan kebutuhan mereka, menjelaskan hak dan hakikat Ilahi pada mereka, memperbaiki kesalahan dan kekeliruan mereka, memecahkan permasalahan mereka serta mendidik mereka satu persatu agar menjadi manusia terbaik, insan kamil. Sebaliknya, hal ini dipandang oleh Beliau sebagai tujuan dan misi keberadaan manusia, sehingga Beliau selalu berusaha untuk bisa menggapai hal ini pada tiap kesempatan. Para pemuda yang selalu menyaksikan hal ini pun memberikan balasan terbaik atas hal ini, dan masing-masing dari mereka tumbuh menjadi insan terbaik yang terpilih yang langka di sepanjang sejarah tauhid dan kenabian.

Di samping hal-hal khusus yang kita bahas di atas, Beliau shallallahu alaihi wasallam selalu menganjurkan dan benar benar meminta pada Para Sahabat untuk memperhatikan kebersihan tubuh secara umum, mulai dari hal-hal khusus seperti kaki, kuku, hidung, selalu mandi sebelum bertemu mereka dan sangat memperhatikan untuk melakukan semua hal ini terutama ketika bertemu mereka pada hari Jum’at seperti yang Beliau tunjukkan pula. Menurut Beliau kebersihan dan hal-hal sejenis ini adalah fitrah bagi manusia, dan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh semua Nabi dan Rasul.

 

Kesimpulan

Rasulullah, yang diutus untuk mewakili, menyampaikan dan mengajarkan pesan-pesan Al-Qur’an yang universal ini, memberikan perhatian besar atas keadaan dirinya ketika berhadapan dengan orang-orang dalam kapasitas Beliau sebagai seorang nabi, pemandu, pemimpin dan muallim. Beliau selalu  memperhatikan dengan seksama kebersihan tubuh dan pakaiannya, serta penampilan luarnya. Terlebih lagi, Beliau melakukan hal ini pada tempat yang geografinya sangat panas, di mana debu beterbangan di udara dan tanah, pada zaman dimana kebutuhan air dipenuhi dengan mengambilnya dari sumur yang jauh dan setelah itu masih harus memanggul air tersebut ke rumah. 

Dengan demikian tampak bahwa dengan keteladanan, pendidikan dan tabligh, setiap masyarakat dan wilayah dapat berkembang menjadi lebih maju. Beberapa hal ini telah membantu kita untuk meraih  batasan yang paling ideal dan benar dari seorang mukmin, dan hal itu tidak memungkinkan apa pun untuk menaungi nilai-nilai yang diwakilinya dan dijelaskan hingga mencapai Batasan mulainya dari yang terkecil hingga yang paling besar. Dari sejak awal Beliau telah menutup semua kemungkinan yang bisa menyebabkan konsentrasi Para Sahabat terpecah, atau hal-hal yang bisa membuat mereka meninggalkan lingkar kajian dan pelajaran yang diberikannya.

Ketika para pemuda itu melihat di hadapan mereka ada sosok seorang muallim/pembimbing yang dari tiap aspeknya selalu bersih, membuat semua orang tertarik, mendatangkan kekaguman, penuh dengan semangat dan kecintaan penuh untuk menjelaskan atau mengajarkan sesuatu, dan seseorang yang selalu dirindukan pertemuan dengannya kembali setiap kali pelajaran usai seperti Beliau, maka mereka akan selalu membuka tangan baik pada kehadiran sosoknya, pada lingkar kajian yang diadakan oleh  beliau, maupun pada majelis tempat Beliau mengajarkan sesuatu, mereka satu persatu telah menjadi insan kamil yang menjadi teladan.  Selanjutnya, para muallim yang pada mereka generasi penerus ini telah diamanatkan harus muncul di hadapan mereka sebagai pemandu yang pada setiap aspeknya mewakili garis ideal dan keseimbangan, serta tidak boleh membiarkan atau memberi izin pada mereka untuk terjebak pada kepribadian mereka sebagai individu atau dalam sesuatu hal buruk yang mereka miliki.

Penulis: Yücel MEN

Referensi:

  1. Bukhârî, Imân 1; Muslim, Imân 1; Haysemî, Majmau’z-Zewâid 1/45
  2. Q.S Al-Muddassir, 74/1-5
  3. Tirmidzî, Manâkib 54
  4. Bukhâri, Pakaian 1; İbn-i Mâja, Pakaian 23
  5. Abû Dâwud, Pakaian 14; Nasâi, Berhias 82
  6. Abû Dâwud, Pakaian 14
  7. Abû Dâwud, Pakaian 25
  8. Tirmidzî, Adab 46; Abû Dâwud, Pakaian 13; İbn-i Mâjah, Pakaian 5; Nasâi, Berhias 98
  9. Lihat Abû Dâwud, Pakaian 3; Tirmidzî, Pakaian 28; İbn-i Mâjah, Pakaian 8, 10
  10. Lihat Abû Dâwud, Pakaian 27; Tirmidzî, Pakaian 41; İbn-i Mâjah, Pakaian 7; Nasâî, Berhias 102
  11. Nasâi, Berhias 74
  12. Nasâi, Berhias 74; Bukhâri, berhias 80; Abû Dâwud, Kebersihan Diri 6
  13. Lihat Bukhâri, Pakaian 73, 74, 79
  14. Lihat Abû Dâwud, Pakaian 19
  15. Lihat Bukhârî, Adab 76
  16. Lihat Tirmidzi, Nikâh 1
  17. Bukhâri, Sihir 38
  18. Tabrânî, wasat 1/246
  19. Lihat Abû Dâwud, Tahârah 30; Ahmad İbn-i Hanbal, I, 373; Dârimî, Salât 165
  20. Buhâri, Saum 27; Nasai, Tahârah 4; İbn-i Mâjah, Tahârah 7; Dârimi, Wudhu 19
  21. Lihat Bukhârî, Pakaian 77; Nasâî, Berhias 63
  22. Lihat Bukhârî, Pakaian 76
  23. Abû Dâwud, Kebersihan Diri 3
  24. Abû Dâwud, Pakaian 14; Nasâî, Berhias 60
  25. Lihat Buhârî, Pakaian 72; Abû Dâwud, Kebersihan Diri 14; İbn-i Mâjah, Pakaian 37, 38
  26. Lihat Buhârî, Pakaian 63; Abû Dâwud, Kebersihan Diri 16

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *