Kala itu, makna penciptaan seolah-olah tak berpetuah, tujuan kehidupan tak lagi terarah, gundah gulana semakin meresah, melingkupi setiap relung hati yang terlilit rasa gelisah.
Setiap jiwa menunggu hari baru, menanti kilau cahaya penuh rasa rindu. Demi menyingkap gelapnya haru-biru, dari tirai yang sungguh pilu itu.
Di hari-hari yang kelam saat itu, tepatnya 12 Rabiul Awal tahun 570 M (atau dalam pendapat lain 571 M), terlahir sosok bak mentari yang dengan sinarnya akan menyinari seluruh semesta. Dengan pancarannya, Beliau akan mengubah alur sejarah dan jalan cerita umat manusia. Mengantarkan mereka pada sebuah kehidupan yang teramat terang-benderang dan menguak teka-teki yang perlu dipecahkan oleh akal dan kalbu sembari mengenalkan dan membuktikan eksistensi pemilik alam semesta dengan berbagai pertanyaan penuh rahasia, “Siapa dirimu, berasal dari mana dan akan ke mana kamu pergi?” Beliau akan membimbing mereka untuk sampai pada tujuan hidup yang sesungguhnya.
Kelahirannya tidak hanya dinanti oleh orangtuanya saja, Abdullah dan Aminah. Namun juga oleh para pencari hakikat yang menanti kebangkitan peradaban mulia seperti Zaid bin ‘Amr juga Waraqah bin Naufal. Namun sayang, tidak sempat umur mereka untuk menyapanya. Sebagaimana pula para Ahli Kitab yang telah sekian lama meramalkan kedatangannya ke muka bumi seperti Pendeta Buhaira. Tidak hanya penduduk Makkah, setiap manusia yang haus akan nilai-nilai kebenaran berbondong-bondong ingin menjadi umatnya. Tidak hanya mereka, seluruh makhluk hidup dan benda mati yang ada di semesta ini telah menunggu kedatangannya.
Hidup Tanpanya Bagai Hidup Tanpa Cahaya
Beliaulah sosok mulia yang memohonkan kebahagiaan demi menyelamatkan manusia dan seluruh makhluk agar tidak jatuh ke derajat paling rendah dan kesia-siaan. Beliau mengangkat setiap insan bernaluri luhur ke derajat paling tinggi berupa kemuliaan, keabadian, dan penunaian kewajiban luhur sehingga layak menjadi potret manusia sejati. Beliau membimbing umatnya menuju hakikat pengabdian yang merupakan intisari penciptaan. Beliau menjadikan generasi yang hidup bersamanya sebagai generasi terbaik sepanjang masa.
Di saat yang sama, Beliau adalah ayat terbesar dari kitab agung Al-Qur’an yang menjelma menjadi sosok manusia luhur, pemandu sejati bagi umatnya. Beliau adalah sang maestro bagi bangsa berperadaban yang telah berhasil melenyapkan akhlak buruk di masanya. Beliau ibarat mentari terang yang memancarkan kilauan akhlak terpuji, menyebarkan cahaya terang dan sinar yang cemerlang dari nilai-nilai kebenaran. Kehadirannya menerangi alam semesta, menjadi lentera penerang dalam setiap koridor kehidupan. Betapa malangnya mereka yang tak peduli dengan berbagai hal menakjubkan yang terdapat pada sosok semacam ini.
Makhluk yang terasing darinya layaknya sebuah pemakaman umum, gelap penuh gulita. Entitas yang tak mengenal cahayanya akan melihat sekitarnya bak musuh ganas yang sewaktu-waktu akan menerkamnya. Tanpa kehadirannya, nilai seluruh entitas dan manusia akan jatuh disebabkan kelemahan, kefakiran, dan keabaiannya. Mereka akan tersesat dalam ketidakmampuan menempuh jalan menuju keabadian. Alangkah meruginya mereka yang tak memahami arti penting dari kehadiran sosok mulia ini.
Pembimbing dalam Makna Iman
Pada awal ditiupkannya ruh ke dalam tubuh, salah satu hakikat yang perlu disadari oleh manusia adalah bahwa dirinya telah memulai perjalanannya. Bukan sekadar perjalanan biasa, tetapi sebuah ekspedisi panjang yang membutuhkan pembimbing untuk mengantarkannya menuju tujuan sesungguhnya. Pembimbing luhur yang menjadikan perjalanan hidup di dunia yang singkat ini menjadi lebih bernilai dan penuh keindahan berkat representasi budi pekerti yang dimilikinya. Beliau adalah juga sosok pemandu ulung yang dibutuhkan oleh setiap peniti jalan yang ingin menempuh kebahagiaan abadi.
Beliau mengantarkan orang-orang yang berusaha mengenalnya agar terjauhkan dari kesia-siaan, meski sebagian besar dari mereka belum pernah melihat sosok mulianya. Ini merupakan bukti dari hakikat iman dengan manifestasi Islam dan ihsan yang dihiasi oleh rasa cinta dan kerinduan pada sosok itu, yang dimiliki para pujangganya. Mereka tak pernah merasa cukup dan bosan untuk mencari kesempatan di setiap detik hidupnya demi mengenal pembimbing luhur itu, meski mereka berada dalam dimensi waktu dan tempat yang berbeda. Dengannya, mereka pun berusaha mendalami makna iman dengan mengepakkan sayap-sayap patahnya agar bisa ikut terbang bersama kemuliaan yang dimiliki sang kekasih tersebut.
Ibarat Perayaan Hari Raya yang Sesungguhnya
Bila kita memahami urgensi kehadiran sosoknya, keluhuran manifestasinya, serta keutamaan misinya sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, dapat kita simpulkan bahwa hari lahirnya merupakan hari yang dinantikan seluruh alam semesta, bagaikan hari raya sesungguhnya yang ditunggu-tunggu setiap makhluk. Pada hari itu, manifestasi kebahagiaan diwujudkan dan dihidupkan bersama dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang juga dituruti oleh para Sahabatnya. Pada hari itu, kemuliaan Islam dan keluhuran akhlak ditampakkan secara jelas dan nyata. Pada hari itu juga, kebangkitan dicanangkan untuk membangun kembali sebuah peradaban terbaik yang pernah ada.
Dari sini, dapat kita ambil hikmah bahwa seberapa besar kita menyadari makna sesungguhnya hari raya itu, maka sebesar itu pula pengorbanan dan keberkahan yang akan kita wujudkan. Karenanya, mari menjadikan momen kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sebagai titik balik untuk mengevaluasi kembali diri dengan memahami makna kehadirannya dan berusaha memanifestasikan ajaran dan dakwah yang Beliau tunjukkan.
Mari menjadikan hari itu sebagai momen untuk menghayati pentingnya memiliki keprihatinan pada generasi mendatang, selain juga sebagai motivasi agar bisa merenungi dengan menghadirkan kembali “Sang Potret Kebanggaan Umat Manusia” ke dalam kehidupan kita saat ini, khususnya bagi orang-orang yang telah sejak lama merasakan dahaga tak terperi menahan impian agung itu.
Izinkanlah, Meski Hanya Satu Kali!
Di bulan Rabiul Awal, kita akan merayakan kembali dengan sepenuh jiwa hari lahirnya yang penuh berkah, kelahiran Sang Baginda Nabi. Bersama seluruh semesta, mari menyambut dengan hormat kedatangannya ke muka bumi. Di hari yang mulia ini, mari menjadikannya momentum untuk kembali menyegarkan baiat dengan menggenggam erat cahaya abadi yang telah Beliau pancarkan. Mari meyakinkan diri untuk kembali menempuh jalan kebahagiaan yang telah Beliau lalui. Mari meresapi falsafah kehadiran sosok potret manusia terbaik sepanjang masa dengan sebaik mungkin.
Dengan untaian ayat suci, “Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.”[1], mari hiasi hari yang penuh kemuliaan ini dengan memperbanyak selawat dan salam kepadanya. Mari membiasakan diri untuk menghidupkan hari-hari kita agar selaras dengan tuntunannya seraya berdoa penuh kekhusyukan demi meraih rida Allah subhanahu wa ta’ala dan syafaat dari Baginda Nabi tercinta, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mari memohon agar dapat kembali menghadirkan sosoknya dalam lorong-lorong kehidupan kita dengan untaian munajat berikut ini:
Wahai Baginda Nabi, sosok yang merupakan Kebanggaan Alam Semesta, kembalilah untuk hadir sekali lagi!
Tancapkanlah mahkota agungmu ke dalam hati ini!
Datanglah, kepakkanlah sayap patah ini dan tunjukkanlah kepada kami jalan menuju kebangkitan!
Di saat kegelapan yang tampak semakin kelam, hadirlah dengan pancaran sinarmu untuk melenyapkan segala jenis kezaliman dan ketidakadilan!
Singgahlah kembali untuk menyalakan jiwa ini dengan rasa cinta dan toleransi yang telah sejak lama rindu akan kasih dan sayang!
Berlabuhlah untuk menghimpun cahaya akal ke dalam hati ini, mempersatukan keduanya yang telah lama terpisah, tersesat tak tahu arah!
Daku memohon dirimu hadir sekali lagi, melipur hati yang lara ini, memberikan semangat luhur agar kami bisa menapaki jalan yang telah kautunjukkan.
Izinkanlah untuk kami kembali melihatmu di dalam mimpi-mimpi malam yang telah kami rindu, meskipun itu hanya sekali…
***
[1] QS. Ali Imran, 3/31.